Rabu, 19 Mei 2010

Ciri Lelaki Soleh & Wanita Solehah


Hatinya sentiasa terpaut (teringat-ingat) kepada Allah swt. Merasakan segala ketaatan dan amal ibadahnya itu, bukan daripadanya. Sebaliknya itulah kurniaan Allah kepadanya. Apabila mendapat nikmat dan kesenangan, dia tidak leka dengannya tetapi hatinya terus terkenang kepada Allah yang memberi nikmat.

Sehingga dengan itu dia tidak pernah melupakan perintah syukur sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al Quran dalam surah Al Baqarah ayat 172 yang bermaksud:

“Bersyukurlah kamu kalau betul engkau menyembahNya.”

Apabila didatangi dengan berbagai ujian tidak kiralah samada ujian besar mahupun kecil; bagaikan orang yang terkena kejutan elektrik; hatinya terus terkenang-kenang dosa-dosa yang telah dilakukan.

Apakah ujian demi ujian yang datang itu untuk menghapuskan dosaku? Atau untuk mendidik diriku agar lebih soleh atau solehah? “Wahai Tuhanku, kalau beginilah hukumanMu untukku di atas dunia ini, aku rela menerimanya dari diazab oleh api neraka yang amat pedih. Ampunkan dosa hambaMu ini ya Allah.”

Bila hati telah berkata begitu, tidaklah timbul rasa ingin mengadu ke sana dan ke mari atau mengeluh di atas segala kesusahan.

Redha terhadap setiap ujian yang datang. Dia tidak berani menyanggah atau mengkritik Allah swt. Sentiasa yakin dengan keadilan dan kebijaksanaan Allah di dalam menentukan setiap hal yang berlaku. Atas dasar itu dia menerima berbagai rintangan dan halangan itu dengan lapang dada.

Malah hati yang sudah cinta dengan Allah itu menjadikan setiap ujian yang datang, tidak dirasakan masalah lagi. Hatinya terhibur dengan mehnah yang datang kerana dia tahu itulah kasih sayang dan perhatian Allah swt kepadanya.

Semakin berat ujian yang menimpa diri, sekencang itulah juga ibadahnya kepada Allah swt. Sembahyang bertambah khusyuk dan semakin lazat dirasakan bermunajat kepada Allah swt. Dalam sepi malam dia bangun bermunajat kepada Allah swt, memohon dibukakan tabir keampunan dan kerahmatan. Pada siang harinya disibukkan diri dengan kerja-kerja yang bermanfaat pada diri dan masyarakat sementara segala masalah yang dihadapi cuba dilupa-lupakan.

Tidak sedikit pun melayan kejahatan-kejahatan nafsu dan prasangka buruk terhadap sesama manusia. Kerana dia tahu nafsu dan syaitan tidak pernah berputus asa untuk mengajak kepada kemungkaran. Allah swt telah mengingatkan di dalam firmanNya:

“… karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53)

Ketika datang bisikan-bisikan nafsu yang meruntun diri supaya berbuat jahat seperti hasad dengki kepada jiran tetangga atau orang lain, berburuk sangka terhadap kawan, bermasam muka kepada suami, mengumpat dan sebagainya; cepat-cepat ditepiskan bisikan menipu itu.

Dia sedar, sekali diri berbuat dosa, akan bertapaklah bintik-bintik hitam di hati, menyebabkan hati akan semakin keras bak batu sungai yang sukar dipecahkan. Rasulullah saw bersabda:

“Bila seorang hamba membuat dosa terjadilah satu bintik hitam di hatinya dan kalau bertambah dosanya bertambahlah bintik-bintik hitam itu.”

Sabda baginda yang lain:

“Orang yang membuat dosa hilanglah sebahagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.”

Tidak pernah terfikir atau merancang untuk menyakiti hati orang lain lebih-lebih lagi suami, isteri, ibu, ayahnya sekalipun dirinya sendiri. Contohnya, sekembalinya suami ke rumah, tiba-tiba dirinya dijadikan sasaran untuk melepaskan geram. Miskipun dia tahu itu bukan salahnya, tetapi sebagai seorang isteri yang solehah sedikit pun tidak dikesali perbuatan suaminya itu. Sebaliknya menyesali diri yang masih lagi belum solehah kerana dirasakan dirinya gagal untuk memberi kebahagiaan kepada suaminya itu.

Patuh terhadap arahan suami dan suka menunaikan permintaan daripada sesiapa jua, tanpa banyak soal.


Bukanlah kehidupannya untuk mencari pangkat dan nama kerana dia tahu di atas dua tiket inilah yang membawa manusia rakus dengan dunia sehingga sanggup berbuat apa sahaja untuk mencapainya. Sebaliknya, dia menjadikan seluruh kehidupan ini untuk mencari kerdhaan Allah swt semata-mata.

Kesimpulannya, masih terlalu banyak peribadi-peribadi lelaki soleh dan wanita solehah yang belum dicungkil tetapi kiranya kesemua sifat yang di atas tadi dapat kita rintis dengan baik, insyaalLah kita akan memiliki hati yang tenang. Hanya orang yang membawa hati yang tenang dan sejahtera sahaja yang akan selamat menemui Allah di akhirat kelak. Maka berdoalah kita selalu semoga diberi cahaya keimanan, cahaya bagi segala cahaya yang tiada tolok bandingnya yang bakal memberikan laluan lurus untuk selamat menuju Tuhan yang Maha Agung. Aminn…

by : Qirotul'ain

Ciri Wanita Muslimah Ahli Surga



Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Di antara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

  1. 1. Bertakwa.
  2. 2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
  3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
  4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
  5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
  6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
  7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
  8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
  9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
  10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
  11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
  12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
  13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
  14. Berbakti kepada kedua orang tua.
  15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman : “ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13)

Wallahu A’lam Bis Shawab.

Posted by: anakshalihcom

Selasa, 18 Mei 2010

rukun iman ada 6



1. Iman Kepada Allah Ta'ala

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.

2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya

Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).

3. Iman Kepada Kitab-Kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

4. Iman Kepada Rasul-rasul

Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.

5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati

Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba'ts (kebangkitan) menurut syar'i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta'ala.

Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta'ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.

Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta'ala:

''Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabi-nabi...'' (Al-Baqarah:177)

''Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).'' (Al-Qomar: 49)

Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
''Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.'' (HR Muslim)

Sumber:
Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyah li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Pustaka Attibyan.

iman kepada allah swt


Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut terminologi, berarti membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan dengan kata-kata, dan diapikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Iman kepada Allah SWT berarti meyakininya dengan hati lalu diucapkan dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam kehiduipan sehari-hari.

Iman kepada Allah SWT adalah rukun iman yang pertama. Hal ini menunjukkan bhawa iman kepada Allah SWT merupakan hal yang paling pokok dan mendasar bagi keimanan dan seluruh ajaran islam. Unutk mempertebal keimanan maka seseorang harus mengenal sifat-sifat Allah SWT beserta Asmanya (Asmaul Husna).

A. Sifat-Sifat Allah SWT

1. Allah Bersifat Wujud (Ada), Mustahil Bersifat ‘Adam (Tidak Ada)

Allah SWT bersifat wujud atau ada, lawannya tidak ada (adam). Adanya Allah SWT dapat dibuktikan dengan akal yaitu dengan melihat dan memikirkan semua yang ada atau yang terjadi di alam semesta ini. Apabila diperhatikan kejadian dan kerja dari organ-oragn tubuh manusia, pasti terpikir bahwa semua itu pasti ada yang mengatur dan menjadikannya. Demikian juga halnya dengan alam ini. Tidak dapat diterima akal bila alam ini terjadi dengan sendirinya. Jika sebelumnya alam ini belum ada, kemudian menjadikan dirinya sendiri, maka akal yang sehat tidak dapat menerima apabila sesuatu yang belum ada dapat membuat dirinya menjadi ada. Sulit diterima akal, apabila benda tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan atau menjadikan. Begitu pula keteraturan alam, adanya pergeseran siang dan malam secara teratur, peredaran matahari pada sumbunya, peredaran planet-planet, adanya hukum-hukum alam yang semuanya menunjukkan adanya pengaturan, dan yang mengatur iru adalah Allah SWT.


Dalil tentang sifat Allah ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Al An’am : 102 yang berbunyi:(lihat Qur’an online di google)

Artinya: (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (QS Al An’am : 102)

Menurut fitrah dan pertimbangan akal sehat tidak mungkin Allah SWT tidak ada, karena ada yang dibuat yaitu makhluk. Pendapat bahwa Tuhan itu tidak ada dan memandang ala mini terjdai secara kebetulan adalah irasional (tidak masuk akal).

Manfaat mempelajarinya: agar manusia mau mengabdikan diri (menyembah) kepada yang wujud itu yaitu Allah SWT

2. Allah Bersifat Qidam (Dahulu), Mustahil bersifat Huduts (Didahului)

Allah SWT bersifat qidam atau dahulu, lawannya bersifat baru ata ada yang mendahului. Hal ini dapat dilihat dengan contoh yang sederhana, yaitu rumah. Rumah dibuat tukang (manusia). Adanya rumah itu setelah adanya manusia (tukang). Dengan kata lain tukang lebih dulu ada dibanding rumah yang dibuatnya. Begitu pula Allah SWT yang meciptakan alam semesta beserta isinya telah lebih dahulu ada dibandingkan alam yang diciptakannya. Namun demikian, adanya Allah SWT tiada bermula dan tiada berakhir.

Allah SWT adalah Maha Azali, yaitu sudah ada sebelum adanya sesuatu apapun selain dia sendiri, dan akan terus abadi, sebagaimana firmannya : :( lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin]; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Hadid : 3)

Memperhatikan tanda – tanda kekuasaan Allah, maka akal sehat manusia pasti menolak bahwa yang diciptakan lebih dahulu ada dari yang menciptakan. Pelukis lebih dulu ada dari pelukisnya. Maka mustahil Allah bersifat Huduts.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwa Allah SWT telah ada dan sempurna sejak awal.

3. Allah Bersifat Baqa’ (Kekal) Mustahil Fana (Binasa)

Allah SWT adalah Khaliq (pencipta) dan alam adalah Makhluk (yang diciptakan). Allah SWT sebagai pencipta segala sesuatu mempunyai sifat Baqa’, yaitu kekal selama-lamanya. Semua yang ada di alam ini dapat rusak, binasa, mati dan musnah. Tetapi Allah SWT tetap, tanpa mengalami perubahan, sebagaimana firmannya : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “(26). Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (27). Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS Ar Rahman : 26-27)

Allah SWT tidak ada yang menciptakan, maka mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat seperti makhluk. Seluruh makhluk di alam semesta ini ada awalnya dan pasti akan berakhir, maka semuanya akan hancur.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwasanya Allah SWT bersifat kekal, sementara manusia pasti binasa dan manusia harus menyiapkan bekal untuk kehidupan sesudah binasa.

4. Allah Besifat Mukhallafat lil Hawaditsi (Berbeda dari Semua Makhluk), Mustahil Mumatsalatuhu lil Hawaditsi (Ada yang Menyamainya)

Allah SWT berbeda sifatnya dengan semua makhluk. Hal ini mudah dipahami karena Allah SWT adalah pencipta semesta alam, sehingga mustahil pencipta sama dengan yang diciptakannya. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya: “…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS As Syuara : 11)

Kita wajib percaya bahwa Allah SWT berbeda dengan makhluknya. Meja, kursi, papan tulis yang dibuat tentu tidak akan sama bentuk dan rupanya dengan yang membuat. Begitu pula Allah SWT sebagai Khalik pasti berbeda dengan Makhluk.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwa mauusia tidak mampu menandingi zat Allah yang pasti tidak sama dengan manusia.

5. Allah Bersifat Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri), Mustahil Qiyamuhu Bighairihi (Bergantung pada Sesuatu)

Allah SWT berdiri sendiri, lawannya adalah dengan batuan atau bergantung pada yang lain. Allah SWT adalah pencipta alam dengan segala isinya. Ini berarti dalam penciptaan alam tidak ada yang membantu dan dia tidak membutuhkan bantuan sebab Allah Maha Kuasa dan Maha Perkasa, sedangkan sesutau selain Allah SWT adalah makhluk yang lemah dan mustahil menolong penciptanya. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “… Allah tidak merasa beratb memelihara keduanya dan dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (QS Al Baqarah : 255).

Allah SWT tidak memerlukan bantuan dari yang lain, dia berkuasa sendiri, karena dia maha Sempurna. Jika Allah SWT memerlukan bantuan dari yang lain berarti Allah bersifat Ihtiyaju li ghairihi atau Qiyamuhu bi ghirihi. Itu tidak mungkin bagi Allah SWT, karena menunjukkan kelemahan dan kekurangan. Yang mempunyai sifat kelemahan hanya makhluk, Mustahil dimiliki oleh Allah SWT.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak sombong, karena manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, antara manusia harus saling tolong – menolong karena yang berdiri sendir adalah Allah SWT.

6. Allah Bersifat Wahdaniyah (Esa), Mustahil ‘Adadun (Berbilang)

Agama Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu Esa, lawannya berbilang, yaitu lebih dari satu, baik dzatnya, sifatnya, maupun perbuatannya. Esa dalam dzatnya ialah bahwa dzat atau substansi Allah SWT tidak tersusun dari unsur atau elemen dan tidak dapat dibagi atau diukur.

Allah SWT adalah zat yang mutlak, tidak dapat disamakan dengan apapun, tidak mungkin dilihat dengan mata, tidak dapat diraba dengan tangan, tidak dapat diketahui dengan panca indera manusia, juga tidak dapat diukur dengan alat apapun, karena dia sangat berbeda dengan apa pun yang ada.

Allah SWT pun esa dalam perbuatannya, maksudnya tidak ada sesuatu yang mampu berbuat seperti perbuatan khalik. Dia yang mewujudkan semua rencana dan perbuatannya tanpa dipengaruhi pihak lain.

Jika kita perhatikan alam semesta dan segala isinya, nampak keteraturan antara satu dengan yang lain, itu adalah bukti bahwa alam ini berjalan atas “sunatullah”, tidak nampak sedikitpun benturan. Jika demikian, maka yang mengatur hanya zat yang tunggal, yaitu Allah. Kerusakan akan terjadi bila adanya tuhan lebih dari satu. Firman Allah SWt dalam QS Al Anbiya : 22, yang berbunyi: :(lihat Qur’an online di google)

Artinya: Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS Al Anbiya : 22)

Keesaan Allah SWT wajib diyakini oleh setiap mukmin secara utuh dan sempurna. Namun jangan sampai memikirkan zat atau bentuk Allah, tetapi yang harus dipirkan hanyalah ciptaannya saja.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin akan keesaan Allah dan hanya taat kepada Allah yang Esa itu.

7. Allah Bersifat Qudrat (Maha Kuasa), Mustahil ‘Ajzun

Allah bersifat Maha Kuasa, lawannya lemah, terbatas, dan tidak berkuasa. Allah Maha Kuasa artinya hanya Allah SWT saja yang berkuasa, sedangkan makhluk selain Allah SWT tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Kekuasaan Allah SWT tidak hanya dalam membuat dan menghidupkan saja, tetapi juga berkuasa meniadakan atau mematikan sesuai dengan kehendaknya sendiri. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “… Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran : 26)

Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak berlaku sewenang – wenang bila memiliki kekuasaan, karena kekuasaan yang dimiliki oleh manusia sifatnya hanya sementara dan terbatas.

8. Allah Bersifat Iradat (Berkehendak), Mustahil Karahah (Terpaksa)

Sifat berkehendak, lawannya adalah terpaksa. Artinya bahwa Allah SWT menjadikan sesuatu sesuai dengan rencana dan kehendaknya.

Sifat qudrat sangat erat kaitannya dengan sifat iradat. Segala sesuatu yang telah dan akan dijadikan Allah SWT adalah karena kehendak (iradat) Allah sendiri.

Jika Allah SWT menghendaki sesuatu. Ia cukup hanya berfirman maka jadilah sesuatu yang dikehendakinya itu. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Sesungguhnyanya perintahnya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah” maka terjadilah ia.” (QS Yaasiin ; 82)

Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak lekas putus asa bila kehendaknya tidak tercapai atau menemui kegagalan, sebab kewajiban manusia hanyalah berusaha dan yang menentukan adalah Allah SWT.

9. Allah Bersifat Ilmu (Maha Mengetahui), Mustahil Jahlun (Tidak Tahu atau Bodoh)

Allah SWT bersifat Maha Mengetahui, lawannya tidak tahu. Ilmu Allah SWT tidak ada batasnya karena Allah SWT yang menjadikan alam semesta ini. Allah SWT mengetahui segala sesuatu, baik nyata maupun tidak nyata. Allah Maha Berilmu dan merupakan sumber segala ilmu, sedangkan manusia hanya diberikan sedikit ilmu oleh Allah SWT, sebagaimana firmannya : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “…Tidakkah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al Isra : 85)

Ilmu artinya mengetahui, maksudnya Allah SWT memiliki sifat Maha Mengetahui terhadap sesuatu. Sifat Allah itu sebagai bukti bahwa Allah tidak pernah didahului oleh ketidak tahuan, begitu pula ilmu Allah itu sangat luas dan tidak dibatasi oleh kelemahan dan kekurangan.

Allah SWT mengetahui yang nampak dan tersembunyi, mengetahui yang sudah terjadi dan akan terjadi yng ada di langit dan di bumi, bahkan yang tersembunyi di dalam diri setiap manusia. Firman Allah SWT: :( lihat Qur’an online di google)

Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hujurat : 18

Allah mustahil bersifat Jahlun (bodoh), karena bodoh merupakan sifat kekurangan, sedangkan Allah SWT Maha Sempurna.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak sombong bila memiliki ilmu pengetahuan sebab ilmu Alla teramat luas dan ilmu manusia terbatas.

10. Allah Bersifat Hayat(Hidup), Mustahil Mautun (Mati)

Allah SWT bersifat Hayat atau hidup, lawannya mati atau mautun. Kehidupan Allah SWT sempurna dalam arti dia hidup untuk selama-lamanya (hidup sempurna), tidak seperti hidupnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta benda lain yang mengalami kebinasan. Allah SWT kekal. Kalau Allah SWT mati atau tidak hidup tentu tidak akan ada makhluk hidup. Hal ini dapat disimak dalam Al Qur’an. Firman Allah SWT. :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS Al Furqan : 58)

Sesuai dengan kekuasaannya, Allah memiliki sifat Hayat yang mutlak, hidup dengan sendirinya dan sifatnya kekal. Hidup tidak pernah berakhir dengan kematian, karena mati hanyalah milik makhluk. Dengan demikian wajib bagi Allah SWT bersifat hayat, dan mustahil bagiNya besifat maut.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia hendaknya bebuat baik selama hidup di dunia yang hanya sekali ini, sebab yang hidup kekal hanya Allah sedang manusia pasti mengalami kematian.

11. Allah Bersifat Sama’ (Mendengar), Mustahil ‘Asham (Tuli)

Allah SWT bersifat mendengar (sama’), lawannya tuli. Mendengarnya Allah SWT tidak sama dengan mendengarnya manusia. Pendengaran manusia dapat mengalami gangguan, seperti menjadi tuli dan tidak dapat mendengar. Ketajaman pendengaran manusia terbatas dan tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

Allah Maha Mendengar, tidak ada suara yang tidak didengar oleh Allah SWT. Tidak ada kesulitan bagi allam SWT mendengar semua suara walaupun suara itu sangat lemah. Bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT. Orang yang beriman kepada Allah SWT niscaya akan merasa senang dan tenang karena tidak khawatir bahwa doa atau permohonannya tidak akan didengar oleh Allah SWT. Firman Allah SWT ; :(lihat Qur’an online di google)

Artinya :Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS Al Baqarah : 127)

Setiap muslim di manapun berada, siang atau malam, di tempat ramai atau tersembunyi, senantiada didengar oleh Allah SWT. Sikap ini harus ditanamkan dalam perilaku sehari – hari. Tidak ada kesulitan bagi Allah mendengar sesuatu dan semua suara walaupun suara itu sangat lemah, bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam berbicara harus berhati – hati, jangan berkata kotor, porno, atau cabul, sebab dimana manusia berbicara Allah pasti mendengar.

12. Allah Bersifat Bashar (Melihat), Mustahil A’ma (Buta)

Allah bersifat Maha Melihat, lawannya buta. Melihatnya Allah SWT adalah sempurna terhadap apa yang ada di alam ini. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al hujurat : 18)

Bashar artinya melihat, maksudya Allah maha meliaht kepada seluruh makhluknya. Penglihatan Allah sangat luas tidak dibatasi oleh suatu apapun. Allah maha melihat terhadap yang nampak maupun yang tersembunyi.

Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini hati – hati, jangan berbuat maksiat sebab Allah pasti melihat meskipun di mana saja kita berada.

13. Allah Bersifat Kalam (Berfirman), Mustahil Abkam (Bisu)

Allah SWT bersifat kalam, lawannya bisu. Kalam Allah SWT adalah sempurna. Terbukti dalam firmannya yang termaktub dalam Al Qur’an yang sempurna. Karena itu tidak ada bahasa manusia yang dapat menggantikan bahasa (kalam) Allah SWT, karena kalam Allah SWT itu bersih dari segala kata manusia.

B. Asmaul Husna

Asmaul Husna adalah nama-nama yang baik yang merupakan sifat-sifat Allah SWT. Nama-nama itu banyak kita jumpai dalam Al Qur’an. Diantara nama-nama Allah SWT yang juga sekaligus merupakan sifat-sifat Allah SWT, ialah :

1. Al ‘Adlu (Adil)

Allah SWT Maha Adil terhadap makhluknya, terbukti dalam segala hal, baik yang meyangkut urusan keduniaan maupun urusan akhirat. Misalnya, dalam ibadah Allah SWT tidak membeda-bedakan si kaya dan si miskin, antara pejabat dengan staff dan sebagainnya. Kadar yang menjadi ukuran di sisi Allah SWT ialah ketakwaan hamba-hambanya. Allah SWT berfirman : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl : 90)

2. Al Ghaffar (Pengampun)

Al Ghaffar merupkan sifat Allah yang artinya Pengampun. Maghfirah (ampunan) Allah SWT selalu dilimpahkan kepada makhluknya yang mau mengakui kesalahan dan bertaubat. Sifat pengampun Allah SWT ini dapat dilihat dalam firmannya : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya : Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Shaad : 66)

3. Al Hakim (Bijaksana)

Di antara sifat Allah SWT adalah Al Hakim, artinya bijaksana. Kebijaksanaan Allah SWT tidak terbatas kepada bentuk ciptaannya saja, tetapi mencakup segala hal. Sebagai contoh, segala yang diperintahkan Allah SWT, baik yang mengandung ibadah maupun muamalah, selalu mengandung hikmah dan bila dikerjakan akan mendapat pahala. Sebaliknya, sesuatu yang dilarang ada hikmahnya dan bila di tinggalkan akan mendapat pahala. Sifat bijaksan ini dapat diperhatikan pada ayat berikut ini: :(lihat Qur’an online di google)

Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ali Imran : 6)

4. Al Malik (Raja)

Al Malik adalah sifat Allah SWT yang berarti raja. Allah SWT merajai segala apa yang ada di alam ini. Sebagai raja, Dia memiliki sifat kekuasaan dan kesempurnaan, tidak seperti raja di dunia ini yang banyak kekurangan dan kelemahan. Kalau Allah SWT sudah memutuskan sesuatu tak ada satupun yang dapat menolaknya dan kalau Allah SWT melarang sesuatu tidak ada satupun yang dapat mencegahnya. Allah SWT berfirman : :(lihat Qur’an online di google)

Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS Al Mukminuun : 116)

5. Al Hasib (Pembuat Perhitungan)

Al Hasib adalah sifat Allah SWT yang maksudnya Pembuat Perhitungan. Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT tentunya sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Balasan yang berlipat ganda akan diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bersyukur dan berbuat baik. Perhitungan Allah SWT selalu tepat dalam memberi pahala kepada orang yang bebruat kebajikan dan siksa kepada orang yang ingkar kepadanya. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan, kita harus memperhiutngkan baik buruknya secara cermat, sebab Allah SWT akan menghitung semua amal kita di dunia ini. Allah SWT berfirman: :(lihat Qur’an online di google)

Artinya: “…Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu.” (QS An Nisa : 86)

Dengan memahami dan menghayati sifat-sifat dan asma Allah SWT diharapkan akan tumbuh dalam diri manusia kesadaran akan keagungan, kebesaran dan ke Maha Pengasihan Allah SWT terhadap sesamam makhluknya. Dengan demikian, pada akhirnya dapat melahirkan keimanan, sikap pengabdian, rendah hati, mengasihi sesama dan berhati lembut.

C. Fungsi Iman Kepada Allah SWT

Fungsi iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai pegangan hidup. Orang yang beriman tidak mudah putus asa dan ia akan memiliki akhlak yang mulia karena berpegang kepada petunjuk Allah SWT yang selalu menyuruh berbuat baik.

Fungsi iman kepada Allah SWT akan melahirkan sikap dan kepribadian seperti berikut ini.

  1. Menyadari kelemahan dirinya dihadapan Allah Yang Maha Besar sehingga ia tidak mau bersikap dan berlaku sombong atau takabur serta menghina orang lain
  2. Menyadari bahwa segala yang dinimatinya berasal dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sikap menyebabkan ia akan menjadi orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Ia memanfaatkan segala nikmat Allah SWT sesuai dengan petunjuk dan kehendak Nya
  3. Menyadari bahwa dirinya pasti akan mati dan dimintai pertanggungjawaban tentang segala amal perbuatan yang dilakukan. Hal ini menyebabkan ia senantiasa berhati-hati dalam menempuh liku-liku kehidupan di dunia yang fana ini.
  4. Merasa bahwa segala tindakannya selalu dilihat oleh Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Ia akan berusaha meninggalkan perbuatan yang buruk karena dalam dirinya sudah tertanam rasa malu berbuat salah. Ia menyadari bahwa sekalipun tidak ada orang yang melihatnya namun Allah Maha Melihat. Dalam salah satu riwayat pernah dikisahkan, pada suatu hari Khalifah Umar bin Khattab menjumpai seorang anak pengembala kambing. Lalu Khalifah meminta kepada gembala itu agar mau menjual seekor kambing kepadanya, berapa saja harganya. Namun anak itu berkata: “Kambing ini bukan milikku melainkan milik majikanku”. Lalu Khalifah Umar berkata lagi: “Bukankah majikanmu tidak ada disini?” Jawab anak gemabala tersebut,” Memang benar majikanku tidak disini dan ia tidak mengetahuinya, tetapi Allah Maha Mengetahui” mendengar jawaban anak itu, Umar tertegun karena merasa kagum atas kualitas keimanan anak itu, yakni Allah SWT Maha Melihat dan selalu memperhatikan dirinya, sehingga ia tidak berani berbuat keburukan, walaupun tidak ada orang lain yang melihatnya.

Sadar dan segera bertaubat apabila pada suatu ketika karena kekhilafan ia berbuat dosa. Ia akan segera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahat yang dilakukannya, sebagai mana diterangkan dalam Al Qur’an: :( lihat Qur’an online di google)

Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS An Nisa :135)

Fungsi iman kepada Allah SWT akan menumbuhkan sikap akhlak mulia pada diri seseorang. Ia akan selalu berkata benar, jujur, tidak sombong dan merasa dirinya lemah dihadapan Allah SWT serta tidak berani melanggar larangannya karena ia mempunyai iman yang kokoh. Oleh karena itu, iman memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yakni sebagai alat yang paling ampuh untuk membentengi diri dari segala pengaruh dan bujukan yang menyesatkan. Iman juga sebagai pendorong seseorang untuk melakukan segala amal shaleh.

Posted by Bustamam Ismail


Kedudukan hati dalam Islam

1. Allah Subhanahu wa Ta’aala memandang kemuliaan seseorang dengan kebaikan hatinya.

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam haditsnya: “dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata; bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’aala tidak memandang kepada rupa kamu dan juga tidak memandang kepada jasadmu, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’aala memandang kepada hatimu dan amalmu” (HR. Muslim, 3/1986 no. 2564)

2. Hati merupakan raja dalam kehidupan.

Hal ini sebagaimana perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Hati merupakan raja dari anggota tubuh, sedangkan anggota-anggota tubuh sebagai bala tentaranya, apabila raja itu baik maka bala tentara juga baik. jika raja itu buruk perangainya, maka tentara juga demikian, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu:

“Bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya pada tubuh manusia itu terdapat segumpal daging, jika daging itu baik, maka akan ikut menjadi baik jasadnya, dan jika daging itu rusak, maka akan ikut menjadi rusak semua anggota tubuhnya, ketahuilah bahwa daging itu adalah hati.” (HR Bukhari, 1/167 no. 52 dan Muslim 3/1219, no. 1599)

Oleh karena itu baik atau rusaknya hati, akan menyebabkan baik dan rusaknya anggota tubuh semuanya, maka baiknya hati tersebut akan tampak dalam keta’atan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala, karena merupakan satu hal yang mustahil ketika seseorang mengaku baik hatinya sedangkan dia tidak mau beramal dan menta’ati perintah Allah ‘Azza wa Jalla.

Pembagian Hati

Para ulama setelah melihat dan mengkaji Al-Quran dan Sunnah, maka mereka membagi hati manusia itu kepada tiga macam, yaitu:
a. Qolbun Saliim (hati yang selamat)
b. Qolbun Mayyit (hati yang mati)
c. Qolbun Mariidh (hati yang sakit)

1. Qalbun Salim (hati yang selamat)

Inilah hati yang disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’aala didalam Al-Quran, yang artinya: “Janganlah engkau hinakan aku dihari dibangkitkan. Hari yang tidak bermanfaat harta dan anak, kecuali Orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati dan jiwa yang selamat.” (QS. As-Syu’ara ayat: 87-89)

Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari Syirik, kebencian, hasad, kikir, sombong, cinta kepada dunia, cinta kepada pangkat, selamat dari setiap penyakit yang akan menjauhkan diri seseorang dari Allah Subhanahu wa Ta’aala. Hati yang selamat ini berhak mendapat nikmat di dunia, nikmat di alam barzakh dan surga pada hari pembalasan.

Hati ini tidak akan selamat secara mutlak, kecuali setelah selamat dari lima perkara:

1. selamat dari syirik lawannya dari tauhid.
2. selamat dari bid’ah.
3. selamat dari syahwat yang yang menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta’aala.
4. selamat dari kelalaian hati yang merupakan lawan dari dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala.
5. selamat dari mengikuti hawa nafsu yang merupakan lawan dari keikhlasan.

Pengaruh dan faedah dari (Qalbun salim) hati yang selamat
1. Ketenangan batin dan tidak takut menghadapi kehidupan.

Berkata Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’aala telah menjadikan kehidupan yang baik bagi orang-orang yang mengenal-Nya dan mencintai-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya ‘Azza wa Jalla, yang artinya: “Barang siapa yang beramal shaleh dari laki-laki dan perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka Kami (Allah) akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sungguh kami akan berikan balasan mereka ganjaran yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl ayat 97)

Karena dengan Iman dan amal shalih inilah, maka Allah Subhanahu wa Ta’aala akan berikan kehidupan yang baik, berupa ketenangan batin, tidak takut menghadapi kehidupan, walaupun berat akan tetapi ia tetap sabar menghadapinya, karena ia meyakini bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan membantunya, menolongnya dan akan memberikan kemudahan-kemudahan baginya dalam menghadapi kesulitan.

2. Bersinarnya hati dan lapang hatinya.
Apabila hati itu bercahaya, maka dia akan memantulkan setiap kebaikan dari setiap sisi, ketika hati itu gelap, maka ia akan memberikan kegelapan pada setiap keburukan, pada setiap tempat. Inilah yang akan mengakibatkan munculnya maksiyat, kesesatan, bid’ah, menjauhi al-huda (petunjuk), mengikuti hawa nafsu, berpaling dari setiap sebab yang akan mengantarkan ia kepada kebahagian hidup, dan sibuk kepada setiap sebab kesengsaraan, sehingga membuat matanya buta terhadap kebenaran, menyesatkan jalannya dari terang menuju gelapnya kesesatan dan kehinaan.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Asal baiknya hati adalah hidupnya dan bersinarnya”. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman, yang artinya: “Dan apakah orang yang sudah mati, lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan ditengah-tengah orang banyak, sama dengan orang-orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana ?” (QS. Al-An’am ayat 122)

3. Mendapatkan kebenaran dan mampu membedakan antara yang hak dengan yang batil dan melihat ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’aala dan mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian.

Ini merupakan hasil yang dicapai bagi hati yang hidup dan bercahaya dengan cahaya keimanan dan cahaya Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad) niscaya Allah akan memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian dan menjadikan cahaya untukmu, yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu, dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Hadid ayat 28)

Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqiti rahimahullah dalam menafsirkan kata kata “wa yaj’allakum nuuran tamsyuuna bihi” mengatakan: “bahwa yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah Ilmu, petunjuk yang membedakan antara yang hak dengan yang bathil.”

Dengan demikian jelaslah, bahwa hati yang selamat (Qolbun Saliim) adalah hati yang keseluruhan niatnya adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’aala; cintanya, maksud dan tujuannya, amalnya, tidurnya, hidupnya dan matinya, pembicaraannya semuanya adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’aala, dan semua tindak tanduknya berjalan diatas ridha Allah ‘Azza wa Jalla.

2. Qalbun Mayyit (Hati yang Mati)

Hati yang telah mati adalah hati yang tidak ada lagi kehidupan dengannya, ia tidak lagi mengenal Robbnya, tidak beribadah kepada-Nya, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan tidak lagi mengindahkan larangan-Nya. Dialah hati yang berdiri tegak diatas syahwatnya beserta kelezatannya. Walaupun perbuatan yang ia lakukan tersebut dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala, akan tetapi bagi hati yang telah mati ini ia tidak mempedulikannya, kecintaannya diperuntukkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’aala, begitu juga dengan rasa takutnya. Kalau dia mencintai sesuatu, maka cintanya didasari oleh hawa nafsu, kalau dia membenci sesuatu, maka kebencian itu adalah berdasarkan ukuran hawa nafsunya, kalau ia memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya, kalau ia melarang juga hanya berdasarkan hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah jadi Imam (pemimpin) dalam hidupnya, sedangkan Syahwat adalah panglima.

Hati yang telah mati ini tidak mempan dan tidak menerima nasehat, ia mengikuti setiap langkah syaithan yang terkutuk, kebodohannya tidak membuatnya sadar sehingga ia lalai darinya. Berkata salah seorang yang shaleh: “alangkah anehnya manusia, mereka menangisi terhadap orang yang mati jasadnya, dan tidak menangisi terhadap orang yang mati hatinya, sedangkan hati yang mati lebih dahsyat dibandingkan jasad yang mati. Hati yang mati ini banyak dimiliki oleh orang-orang kafir, musyrikin dan orang-orang yang mujrimin (berdosa) yang dirinya diliputi oleh dosa dan hawa nafsu.

3. Qalbun Mariidh (hati yang sakit)

Hati yang sakit adalah hati yang didalamnya terdapat kehidupan akan tetapi berpenyakit. Didalamnya ada kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada-Nya, tetapi disamping itu ada kecintaan kepada syahwat dan lebih mengutamakannya daripada yang lain. Didalamnya terdapat hasad (iri dan dengki), ujub (kagum dengan dengan amalan diri sendiri), gila akan kehormatan, cinta dunia dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaan yang dimilikinya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Penyakit hati merupakan salah satu hal yang akan menyebabkan kerusakan. Rusak dengannya pemikiran seseorang dan iroodah/keinginannya. Pemikirannya dirusak oleh syubhat yang dihadapkan kepadanya, sehingga ia melihat sesuatu yang haq (benar) adalah bathil, dan kebathilan adalah kebenaran. Rusaknya iradah-nya, yaitu dengan membeci kebenaran yang bermanfaat pada hakikatnya bermanfaat bagi dirinya dan mencintai kebatilan pada dirinya yang sesungguhnya memudharatkannya. Oleh karena itu, ditafsirkan kata-kata maroodhun dalam al-Quran dengan syak (ragu-ragu), sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Mujahid

Tanda-tanda penyakit hati.

Seseorang akan diketahui hatinya sakit apabila tanda-tanda berikut ini menghinggapi dirinya:
1. Ketika seseorang terhalang melakukan kebaikan yang Allah Subhanahu wa Ta’aala perintahkan, apakah kebaikan itu yang berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wa Ta’aala ataupun hak manusia, keengganannya untuk melakukan perintah tersebut adalah pertanda hatinya sakit.
2. Seseorang yang sakit hatinya, maka tidaklah akan merasakan sakit ketika melakukan keburukan-keburukan, kebodohannya tidak membawa ia merasa sakit, karena kalaulah sekiranya hati itu hidup, maka hati akan merasakan sakit ketika seorang hamba melakukan keburukan.
3. Seseorang yang sakit hatinya, maka ia tidak memiliki rasa malu dalam berbuat dosa dan maksiyat, bahkan ia berbangga dengan dosa-dosanya atau mungkin ia merasa biasa-biasa saja ketika berbuat dosa.

Contoh-contoh penyakit hati.

1. Al-Kibru (Sombong)

Dia merupakan termasuk sejelek-jelek perbuatan, ia merupakan salah satu penghalang seseorang beriman dan mendapat petunjuk, orang yang sombong selalu melihat dirinya diatas segala-galanya, ia merasa bahwa dirinya hebat, kaya, pintar dan jago, sementara orang lain diremehkannya.

Allah Subhanahu wa Ta’aala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan ancaman yang sangat berat terhadap orang yang sombong ini. Dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari rasa sombong, bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sesungguhnya ada seseorang yang menyukai bajunya baik dan sandalnya bagus. Apakah itu bagian dari sombong. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’aala itu indah dan suka kepada keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim, 1/93 no. 91)

2. Ujub Binnafsi (Kagum dengan dirinya)

Yaitu kagum akan amal yang pada diri sendirinya. Perbuatan ini akan membuat seseorang lupa terhadap dosa yang dilakukannya dan akan melalaikan dirinya. Oarang yang ujub merasa dan menganggap dirinya lebih suci dan lebih besar amalannya dibanding dengan orang lainnya. Dia merasa Allah Subhanahu wa Ta’aala telah memberikan kedudukan padanya sementara orang lain tidak memilikinya.

3. Hasad

Merupakan penyakit hati yang sulit disembuhkan, kecuali bagi orang yang betul-betul memperbaiki dirinya. Orang yang hasad menginginkan nikmat yang ada pada orang lain musnah, dan ia tidak menginginkan ada orang lain yang lebih baik dari dirinya.

4. Pendendam

5. Buruk sangka kepada orang yang adil, dan lain-lainnya

Obat penyakit hati dan terapinya.
1. Hendaklah setiap diri membekali dirinya dengan ilmu, khususnya ilmu syar’i, kemudian amalkan ilmu tersebut dengan penuh keikhlasan.
2. Jujur dalam berbuat dan perbanyaklah dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala dan ibadah-ibadah sunnah seperti bersedekah, berinfaq, puasa sunat, meringankan beban orang lain.
3. Istiqamah dalam melaksanakan syariat Allah Subhanahu wa Ta’aala, karena melalui hal ini Allah Subhanahu wa Ta’aala akan berikan petunjuk kepada hamba-Nya.
4. Ingatlah akan bahaya-bahaya yang disebabkan oleh penyakit hati tersebut.
5. Bacalah sejarah dari akhlak para salafus sholeh, sehingga dengan demikian akan mendorong seseorang untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan membersihkan dirinya dari dosa dan maksiyat.
6. Senantiasa memuhasabah diri (mengevaluasi kesalahan) masing-masing kita dalam hidup ini.
7. Bersabarlah menghadapi cobaan, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’aala bersama orang-orang sabar, baik sabar dalam mentaati Allah Subhanahu wa Ta’aala, sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menghadapi apa yang Allah Subhanahu wa Ta’aala haramkan. Karena tanpa kesabaran, akan banyak terlanggar larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’aala dan mengakibatkan kita mudah untuk meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’aala.
8. Perbanyaklah membaca Sirah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bagaimana sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadapi dunia dan semua permasalahan yang dihadapinya dalam dakwah.
9. Sadarilah bahwa diri anda diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’aala untuk beribadah kepada-Nya, bukan untuk bermain-main.
10. Bertemanlah dan bersahabatlah dengan orang-orang yang akan mendatangkan kebaikan dan petunjuk serta berakhlak mulia, hindari pergaulan-pergaulan yang akan merusak akhlak anda.

Demikianlah pembahasan kita pada edisi ini semoga Allah Subhanahu wa Ta’aala curahkan dalam diri kita petunjuk-Nya agar kita terhindar dari berbagai macam penyakit hati yang akan merusak dan membinasakan kita.

Wallahu a’lam bisshawab

narasumber : Faishal Abdurrahman, Lc


Sesungguhnya hati mempunyai kedudukan dan tempat yang mulia dalam Islam, hal ini disebabkan banyaknya ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menganjurkan dan memerintahkan untuk menjaganya, karena hati yang tidak terjaga dan tidak terperhatikan menurut aturan syari’at akan membawa manusia kedalam lembah maksiat dan dosa, sebaliknya hati yang terjaga dan dituntun dengan aturan syari’at akan mengantarkan seseorang kepada kebahagian hidup sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’aala dalam surat Asyu’ara ayat 88 dan 89, yang artinya: “pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah dengan hati dan jiwa yang selamat”